Nabi Muhammad Saw, Figur Contoh Umat
KH Umar Fanani
Di antara rahmat Allah yang diturunkan kepada umat insan yakni kehadiran Rasulullah SAW yang membawa rahmat bagi alam semesta. Untuk itu, kita harus pandai-pandai mensyukuri kehadiran beliau. Rasulullah SAW yakni figur uswatun hasanah, teladan yang agung dalam segala aspek kehidupan manusia. Penobatan Rasulullah SAW sebagai teladan umat telah dijelaskan dalam Al Alquran surah Al Ahzab : 21. Tetapi tidak semua mendapatkan Rasulullah SAW sebagai teladan dan panutan dalam sikap kehidupannya. Meski insan diberi aneka macam potensi oleh Allah SWT. (lihat QS An Nahl : 78).
Potensi ini tidak semua orang mendapatkannya. Al Alquran sudah menjelaskan yang begitu terperinci dan gamblang. Rasulullah SAW menjelaskan apa yang menjadi kepentingan insan dalam hidup di dunia ini, di samping untuk beribadah, insan dituntut untuk memperankan diri sebagai khalifatullah fil ard (pemimpin di atas bumi). Kehidupan insan tidak hanya berhenti di dunia saja, tetapi akan berlanjut di kehidupan yang kekal yakni akhirat. Kalau insan hanya mengandalkan potensi nalar fikiran dan kemampuannya, tanpa menteladani Rasulullah SAW, tentu akan tersesat, sebab nalar dan fikirannya terbatas. Hanya orang-orang yang sadar, orang yang mau beriman kepada Allah, mendambakan rahmat dan ridhoNya, mendambakan nirwana dengan aneka macam kenikmatannya, serta meyakini kehidupan darul abadi dan dalam senantiasa dzikrullah (mengingat Allah), inilah orang yang mau meneladani Rasulullah SAW.
Salah satu contoh, barangkali sanggup kita ingat kembali, bahwa orang yang angkuh, sombong, hanya mengandalkan pemikiran, tidak mau mengikuti hukum dan petunjuk Allah SWT. Kasus yang terjadi di negara Belanda. Seorang professor yang mempunyai kecerdasan, semangat kerja yang luar biasa. Setiap melaksanakan penelitian ia selalu berhasil. Karena keberhasilan selalu dia raih, muncullah virus kesombongan pada dirinya. Dia beropini bahwa tidak ada satu pun duduk masalah hidup di dunia ini yang tidak bisa diatasi oleh kemampuan penelitian dan pemikirannya. Suatu ketika sang professor menerima ujian, mempunyai seorang anak yang sudah saatnya mendapatkan pendidikan. Namun sang anak tidak bisa mendapatkan pelajaran tersebut. Maka, didatangkanlah pengajar-pengajar khusus untuk menawarkan ilmu pengetahuan kepada anaknya. Namun, tetap saja anak tersebut tidak bisa mencerna ilmu yang diajarkan. Sang professor ini mulai gusar. Lalu diperiksakan anak tersebut kepada para ahli, dan karenanya ternyata tidak ada satu penyakitpun, artinya anak tersebut normal secara fisik. Pertanyaannya, mengapa sang anak ini tidak bisa mendapatkan pengetahuan. Ujung-ujungnya sang professor ini tidak bisa menuntaskan duduk masalah ini. Dan selesai dongeng sang professor ini mati bunuh diri, sehabis membunuh anaknya tersebut, dengan impian barangkali sehabis mati persoalannya bisa diselesaikan.
Beginilah citra jikalau insan dalam menjalani hidupnya menolak petunjuk dan hukum Allah, tidak mau mendapatkan teladan yang disampaikan melalui Rasulullah SAW. Sebagai perbandingan, bagaimana sikap Rasulullah SAW ketika pamandanya Abu Tholib, dalam keadaan kritis, ia segera tiba menjumpainya. Karena pamannya yang satu ini pernah memelihara, melindungi dan jasanya sangat besar terhadap Rasulullah SAW. Karena itu Rasulullah SAW ingin menyadarkan biar pamannya mau masuk Islam. Begitu menjumpai pamannya dalam keadaan kritis, ia merangkul dan menuntunnya :yaa ‘ammii qul laa ilaaha illallah, kalimatan wahajjalaka biha ilallah. (wahai pamanku, ucapkanlah kalimat laailaahaillallah, sebab dengan kalimat ini saya bisa membela engkau di hadapan Allah SWT). Namun dua tokoh yang masih memegang agama nenek moyangnya menghalanginya, Ya Abu Thalib, atarghobuu an millati abiikum? (Hai Abu Tholib, apakah kau akan meninggalkan agama nenek moyang kami?). Rasulullah SAW mengulangi lagi, hingga tiga kali, tetapi Abu Tholib tidak bisa mengucapkan laailaahaillallah. Namun, sebab amat besar jasanya terhadap Rasulullah SAW, maka ia memohon kepada Allah SWT untuk benrkenan mengampuni pamannya ini. saastaghfironn anka maa lam unha (sungguh saya akan memintakan ampun atas dosa-dosamu kepada Allah, selama Allah tidak melarang aku). Makara untuk berdoa saja, Rasulullah sangat berhati-hati, tanpa ada petunjuk Allah, maka tidak akan dilakukan. Dan ternyata turunlah firman Allah, yang pada dasarnya melarang Rasulullah SAW memintakan ampun terhadap pamannya yang masih dalam keadaan musyrik. (lihat QS At Taubah : 113).
Di sisi lain, sebagai insan biasa Rasulullah SAW kecewa, sebab pamannya yang telah berjasa, melindungi, menyaksikan bagaimana perjuangannya, menyaksikan bagaimana perkembangan Islam, namun tidak memperoleh hidayah Allah SWT. Maka turunlah ayat Al Qur’an untuk membesarkan hati Rasulullah SAW ( lihat QS Al Qoshosh : 56).
Para Rasul, Kiai, Ustadz, juru dakwah, dan semua umat Islam tugasnya hanya memberikan apa yang harus disampaikan, sedang yang memberi hidayah (petunjuk) yakni Allah SWT. Dia yang Maha Tahu siapa yang berhak memperolah hidayah. Karena itu, kita bersyukur ke hadirat Allah SWT meski daerah kita jauh dan zaman kita jauh dari Rasulullah SAW, namun Allah membuka hati kita, mendapatkan hidayah Islam, dan inilah nikmat yang luar biasa agungnya.
Potensi ini tidak semua orang mendapatkannya. Al Alquran sudah menjelaskan yang begitu terperinci dan gamblang. Rasulullah SAW menjelaskan apa yang menjadi kepentingan insan dalam hidup di dunia ini, di samping untuk beribadah, insan dituntut untuk memperankan diri sebagai khalifatullah fil ard (pemimpin di atas bumi). Kehidupan insan tidak hanya berhenti di dunia saja, tetapi akan berlanjut di kehidupan yang kekal yakni akhirat. Kalau insan hanya mengandalkan potensi nalar fikiran dan kemampuannya, tanpa menteladani Rasulullah SAW, tentu akan tersesat, sebab nalar dan fikirannya terbatas. Hanya orang-orang yang sadar, orang yang mau beriman kepada Allah, mendambakan rahmat dan ridhoNya, mendambakan nirwana dengan aneka macam kenikmatannya, serta meyakini kehidupan darul abadi dan dalam senantiasa dzikrullah (mengingat Allah), inilah orang yang mau meneladani Rasulullah SAW.
Salah satu contoh, barangkali sanggup kita ingat kembali, bahwa orang yang angkuh, sombong, hanya mengandalkan pemikiran, tidak mau mengikuti hukum dan petunjuk Allah SWT. Kasus yang terjadi di negara Belanda. Seorang professor yang mempunyai kecerdasan, semangat kerja yang luar biasa. Setiap melaksanakan penelitian ia selalu berhasil. Karena keberhasilan selalu dia raih, muncullah virus kesombongan pada dirinya. Dia beropini bahwa tidak ada satu pun duduk masalah hidup di dunia ini yang tidak bisa diatasi oleh kemampuan penelitian dan pemikirannya. Suatu ketika sang professor menerima ujian, mempunyai seorang anak yang sudah saatnya mendapatkan pendidikan. Namun sang anak tidak bisa mendapatkan pelajaran tersebut. Maka, didatangkanlah pengajar-pengajar khusus untuk menawarkan ilmu pengetahuan kepada anaknya. Namun, tetap saja anak tersebut tidak bisa mencerna ilmu yang diajarkan. Sang professor ini mulai gusar. Lalu diperiksakan anak tersebut kepada para ahli, dan karenanya ternyata tidak ada satu penyakitpun, artinya anak tersebut normal secara fisik. Pertanyaannya, mengapa sang anak ini tidak bisa mendapatkan pengetahuan. Ujung-ujungnya sang professor ini tidak bisa menuntaskan duduk masalah ini. Dan selesai dongeng sang professor ini mati bunuh diri, sehabis membunuh anaknya tersebut, dengan impian barangkali sehabis mati persoalannya bisa diselesaikan.
Beginilah citra jikalau insan dalam menjalani hidupnya menolak petunjuk dan hukum Allah, tidak mau mendapatkan teladan yang disampaikan melalui Rasulullah SAW. Sebagai perbandingan, bagaimana sikap Rasulullah SAW ketika pamandanya Abu Tholib, dalam keadaan kritis, ia segera tiba menjumpainya. Karena pamannya yang satu ini pernah memelihara, melindungi dan jasanya sangat besar terhadap Rasulullah SAW. Karena itu Rasulullah SAW ingin menyadarkan biar pamannya mau masuk Islam. Begitu menjumpai pamannya dalam keadaan kritis, ia merangkul dan menuntunnya :yaa ‘ammii qul laa ilaaha illallah, kalimatan wahajjalaka biha ilallah. (wahai pamanku, ucapkanlah kalimat laailaahaillallah, sebab dengan kalimat ini saya bisa membela engkau di hadapan Allah SWT). Namun dua tokoh yang masih memegang agama nenek moyangnya menghalanginya, Ya Abu Thalib, atarghobuu an millati abiikum? (Hai Abu Tholib, apakah kau akan meninggalkan agama nenek moyang kami?). Rasulullah SAW mengulangi lagi, hingga tiga kali, tetapi Abu Tholib tidak bisa mengucapkan laailaahaillallah. Namun, sebab amat besar jasanya terhadap Rasulullah SAW, maka ia memohon kepada Allah SWT untuk benrkenan mengampuni pamannya ini. saastaghfironn anka maa lam unha (sungguh saya akan memintakan ampun atas dosa-dosamu kepada Allah, selama Allah tidak melarang aku). Makara untuk berdoa saja, Rasulullah sangat berhati-hati, tanpa ada petunjuk Allah, maka tidak akan dilakukan. Dan ternyata turunlah firman Allah, yang pada dasarnya melarang Rasulullah SAW memintakan ampun terhadap pamannya yang masih dalam keadaan musyrik. (lihat QS At Taubah : 113).
Para Rasul, Kiai, Ustadz, juru dakwah, dan semua umat Islam tugasnya hanya memberikan apa yang harus disampaikan, sedang yang memberi hidayah (petunjuk) yakni Allah SWT. Dia yang Maha Tahu siapa yang berhak memperolah hidayah. Karena itu, kita bersyukur ke hadirat Allah SWT meski daerah kita jauh dan zaman kita jauh dari Rasulullah SAW, namun Allah membuka hati kita, mendapatkan hidayah Islam, dan inilah nikmat yang luar biasa agungnya.
Posting Komentar untuk "Nabi Muhammad Saw, Figur Contoh Umat"