Menjaga Diri Dan Keluarga Dari Api Neraka
H. Ahmad Muzakky, S.ThI Alhafidz
Anak merupakan nikmat yang amat besar yang diberikan oleh Allah kepada kita. Oleh alasannya yaitu itu, jikalau kita perhatikan di dalam Al-Qur’an setiap ayat yang memperlihatkan bahwa Allah menganugerahkan anak kepada kita, selalu memakai kata basyiir atau busyra yang maknanya kabar gembira. Misalnya ketika Allah menawarkan anak kepada Ibrahim, dan mengirimkan dua malaikatnya. (QS Huud : 69). Kabar besar hati yang dimaksud dalam ayat tersebut yaitu bahwa isterinya akan hamil, dan kelak akan lahir anak pria yang berjulukan Ishaq.
Ketika Allah SWT memberi kabar besar hati kepada Nabi Zakaria AS, Dia juga memakai kata busyra, sebagaimana firmanNya dalam surah Maryam : 7 maknanya : Hai Zakaria, Sesungguhnya Kami memberi kabar besar hati kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah membuat orang yang serupa dengan Dia.
Ini memperlihatkan betapa besar nikmat Allah berupa karunia anak, dan betapa susahnya orang yang tidak diberikan keturunan oleh Allah SWT. Hal ini sudah dicontohnya oleh Nabi-Nabi kita sebelumnya. Nabiyullah Ibrahim AS, hingga usia puluhan tahun, belum juga dikaruniai anak. Dan bergitu istiqamahnya Nabi Ibrahim untuk berdoa (QS Ash Shaafaat :100). Nabi Zakaria AS juga hingga puluhan tahun juga belum diberi anugerah anak. Dan ia juga istiqamah dalam berdoa (Al Ambiya’ : 89).
Begitulah pola upaya seseorang yang sangat gigih untuk mendapat seorang anak, alasannya yaitu anak begitu penting untuk diri kita, dan merupakan karunia besar dalam kehidupan kita. Allah menjelaskan, bahwa anak merupakan pelengkap dalam kehidupan dunia. (QS Al-Kahfi : 46). Namun, Allah juga memberi peringatan kepada kita wacana anak ini, sebagaimana firmannya dalam surah At Taghobun : 15.
Dalam Al-Qur’an, ada yang disebut dengan keluarga nabi. Nabi Ibrahim, memiliki anak Nabi Ismail. Nabi Ishaq memiliki anak Nabi Ya’kub. Nabi Ya’kub memiliki anak Nabi Yusuf. Dan seterusnya hingga Nabi Isa AS. Sementara Nabi Ismail AS menurunkan keturunan hingga Nabi Muhammad SAW. Namun, walaupun mereka Nabi, mereka begitu khawatir terhadap keturunannya. Ketika Ya’kub menjelang wafat ia berdoa sebagaimana dijelaskan dalam surah Al Baqarah : 133. Nabi Ya’kub saja begitu khawatir akan keturunannya. Khawatir jikalau sepeninggalnya dia akan melupakan Tuhannya. Bagaimana dengan kita? Oleh alasannya yaitu itu, Allah memberi peringatan kepada kita semua. (QS At Tahrim : 6).
Kebaikan tidak akan disebut baik, jikalau kebaikan itu hanya untuk dirinya sendiri. Tetapi orang yang baik yaitu ketika bisa mengakibatkan dirinya baik, dan bisa membawa keluarganya menjadi orang yang baik.
Ulama’ salafus sholih menawarkan kita tips menjaga belum dewasa dan keluarga dari siksa api neraka.
Pertama, menanamkan keimanan dalam keluarga. Sudahkan rumah kita dihiasi dengan dzikrullah/asma Allah? Sehingga setiap anggota keluarga masuk dalam rumah, yang terbayang dalam benak diingat pertama kali yaitu Allah. Jadi, ketika sudah bisa mengakibatkan siapa saja yang masuk rumah kita ingat Allah, maka kita telah menanamkan aspek keimanan kita dalam keluarga. Mungkin dengan cara selalu mengakibatkan rumah kita dipakai untuk membaca Al-Qur’an. Rasulullah SAW bersabda : Nawwiruu buyuutakum bish shalaah wa qiraatil qur’an (terangi rumah kalian dengan shalat dan membaca Al-Qur’an). Kemudian kita jadikan rumah kita dipakai kawasan ibadah. Tiada hari tanpa ibadah di rumah. Bisa juga mengakibatkan rumah kita nuansa Islami dengan menayangkan bacaan-bacaan Al Qur’an qori’-qori’ terkenal. Jangan biarkan belum dewasa kita lalai dalam mengingat Allah, alasannya yaitu tayangan-tayangan televisi, nyanyian-nyanyian yang bisa melalaikan hati untuk ingat kepada Allah. Karena otak kita terpengaruh dan merekam tayangan-tayangan gosip yang diterima dari lingkungannya.
Kedua, aspek keilmuan. Jadikan rumah kita madrasatul ilmi (pendidikan ilmu). Adakan pengajian setiap pekan sekali. Luangkan waktu untuk mengajari anak-anak. Kalau kita tidak mampu, bisa mendatangkan para asatidz. Intinya kita jadikan rumah kita majelis ta’lim, dengan begitu akan terbentuk keluarga kita selalu mempelajari sesuatu, untuk mengasah otak kita. Berikan belum dewasa dan keluarga kita bacaan-bacaan yang bernuansa agama. Buku-buku motivasi agama dll.
Ketiga, aspek sosial. Pendekatan sosial dan musyawarah dalam menuntaskan masalah. Baik maslaah internal maupun eksternal. Tidak ada duduk masalah yang tertutup dalam kelauarga. Semua permasalahan diselesaikan bersama-sama, dan membudayakan musyawarah.
Keempat, aspek akhlak. Kita bangun keluarga kita dalam setiap acara dengan lembut, dengan santun. Jangan tampakkan kemarahan-kemarahan, alasannya yaitu itu merupakan hal yang tidak baik. Kenapa kini ini banyak kita saksikan kekerasan-kekerasan di mana-mana? Mungkin sewaktu kecil dia sering menyaksikan tayangan-tayangan gratis di rumahnya, pada dikala ayah ibunya bertengkar. Secara tidak sadar kita telah memberi pola kepada mereka. Hidupkan rumah tangga kita dengan becanda, alasannya yaitu becanda akan membangkitkan suasana yang hangat dalam rumah kita. Rasulullah SAW jikalau berkumpul dengan keluarganya kaana dhahhaakan basama (selalu becanda, bergurau).
Ketika Allah SWT memberi kabar besar hati kepada Nabi Zakaria AS, Dia juga memakai kata busyra, sebagaimana firmanNya dalam surah Maryam : 7 maknanya : Hai Zakaria, Sesungguhnya Kami memberi kabar besar hati kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah membuat orang yang serupa dengan Dia.
Ini memperlihatkan betapa besar nikmat Allah berupa karunia anak, dan betapa susahnya orang yang tidak diberikan keturunan oleh Allah SWT. Hal ini sudah dicontohnya oleh Nabi-Nabi kita sebelumnya. Nabiyullah Ibrahim AS, hingga usia puluhan tahun, belum juga dikaruniai anak. Dan bergitu istiqamahnya Nabi Ibrahim untuk berdoa (QS Ash Shaafaat :100). Nabi Zakaria AS juga hingga puluhan tahun juga belum diberi anugerah anak. Dan ia juga istiqamah dalam berdoa (Al Ambiya’ : 89).
Begitulah pola upaya seseorang yang sangat gigih untuk mendapat seorang anak, alasannya yaitu anak begitu penting untuk diri kita, dan merupakan karunia besar dalam kehidupan kita. Allah menjelaskan, bahwa anak merupakan pelengkap dalam kehidupan dunia. (QS Al-Kahfi : 46). Namun, Allah juga memberi peringatan kepada kita wacana anak ini, sebagaimana firmannya dalam surah At Taghobun : 15.
Dalam Al-Qur’an, ada yang disebut dengan keluarga nabi. Nabi Ibrahim, memiliki anak Nabi Ismail. Nabi Ishaq memiliki anak Nabi Ya’kub. Nabi Ya’kub memiliki anak Nabi Yusuf. Dan seterusnya hingga Nabi Isa AS. Sementara Nabi Ismail AS menurunkan keturunan hingga Nabi Muhammad SAW. Namun, walaupun mereka Nabi, mereka begitu khawatir terhadap keturunannya. Ketika Ya’kub menjelang wafat ia berdoa sebagaimana dijelaskan dalam surah Al Baqarah : 133. Nabi Ya’kub saja begitu khawatir akan keturunannya. Khawatir jikalau sepeninggalnya dia akan melupakan Tuhannya. Bagaimana dengan kita? Oleh alasannya yaitu itu, Allah memberi peringatan kepada kita semua. (QS At Tahrim : 6).
Kebaikan tidak akan disebut baik, jikalau kebaikan itu hanya untuk dirinya sendiri. Tetapi orang yang baik yaitu ketika bisa mengakibatkan dirinya baik, dan bisa membawa keluarganya menjadi orang yang baik.
Ulama’ salafus sholih menawarkan kita tips menjaga belum dewasa dan keluarga dari siksa api neraka.
Pertama, menanamkan keimanan dalam keluarga. Sudahkan rumah kita dihiasi dengan dzikrullah/asma Allah? Sehingga setiap anggota keluarga masuk dalam rumah, yang terbayang dalam benak diingat pertama kali yaitu Allah. Jadi, ketika sudah bisa mengakibatkan siapa saja yang masuk rumah kita ingat Allah, maka kita telah menanamkan aspek keimanan kita dalam keluarga. Mungkin dengan cara selalu mengakibatkan rumah kita dipakai untuk membaca Al-Qur’an. Rasulullah SAW bersabda : Nawwiruu buyuutakum bish shalaah wa qiraatil qur’an (terangi rumah kalian dengan shalat dan membaca Al-Qur’an). Kemudian kita jadikan rumah kita dipakai kawasan ibadah. Tiada hari tanpa ibadah di rumah. Bisa juga mengakibatkan rumah kita nuansa Islami dengan menayangkan bacaan-bacaan Al Qur’an qori’-qori’ terkenal. Jangan biarkan belum dewasa kita lalai dalam mengingat Allah, alasannya yaitu tayangan-tayangan televisi, nyanyian-nyanyian yang bisa melalaikan hati untuk ingat kepada Allah. Karena otak kita terpengaruh dan merekam tayangan-tayangan gosip yang diterima dari lingkungannya.
Kedua, aspek keilmuan. Jadikan rumah kita madrasatul ilmi (pendidikan ilmu). Adakan pengajian setiap pekan sekali. Luangkan waktu untuk mengajari anak-anak. Kalau kita tidak mampu, bisa mendatangkan para asatidz. Intinya kita jadikan rumah kita majelis ta’lim, dengan begitu akan terbentuk keluarga kita selalu mempelajari sesuatu, untuk mengasah otak kita. Berikan belum dewasa dan keluarga kita bacaan-bacaan yang bernuansa agama. Buku-buku motivasi agama dll.
Ketiga, aspek sosial. Pendekatan sosial dan musyawarah dalam menuntaskan masalah. Baik maslaah internal maupun eksternal. Tidak ada duduk masalah yang tertutup dalam kelauarga. Semua permasalahan diselesaikan bersama-sama, dan membudayakan musyawarah.
Keempat, aspek akhlak. Kita bangun keluarga kita dalam setiap acara dengan lembut, dengan santun. Jangan tampakkan kemarahan-kemarahan, alasannya yaitu itu merupakan hal yang tidak baik. Kenapa kini ini banyak kita saksikan kekerasan-kekerasan di mana-mana? Mungkin sewaktu kecil dia sering menyaksikan tayangan-tayangan gratis di rumahnya, pada dikala ayah ibunya bertengkar. Secara tidak sadar kita telah memberi pola kepada mereka. Hidupkan rumah tangga kita dengan becanda, alasannya yaitu becanda akan membangkitkan suasana yang hangat dalam rumah kita. Rasulullah SAW jikalau berkumpul dengan keluarganya kaana dhahhaakan basama (selalu becanda, bergurau).
Posting Komentar untuk "Menjaga Diri Dan Keluarga Dari Api Neraka"