Halal-Haram Menggunakan Hizib Dan Azimat
اُدْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Berdoalah kamu, pasti Aku akan mengabulkannya untukmu”. (QS al-Mu’min: 60)
Ada beberapa dalil dari hadits Nabi yang menjelaskan kebolehan ini. Diantaranya adalah:
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الأشْجَعِي، قَالَ:” كُنَّا نَرْقِيْ فِيْ
الجَاهِلِيَّةِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ تَرَى فِي ذَلِكَ؟
فَقَالَ: اعْرِضُوْا عَلَيّ رُقَاكُمْ، لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ
يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ
Dari Auf bin Malik al-Asja’i, ia meriwayatkan bahwa pada zaman Jahiliyah, kita selalu menciptakan azimat (dan semacamnya). Lalu kami bertanya kepada Rasulullah, bagaimana pendapatmu (ya Rasul) perihal hal itu. Rasul menjawab, ”Coba tunjukkan azimatmu itu padaku. Membuat azimat tidak apa-apa selama di dalamnya tidak terkandung kesyirikan.” (HR Muslim [4079]).
Dalam At-Thibb an-Nabawi, al-Hafizh al-Dzahabi menyitir sebuah hadits:
Dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda,
”Apabila salah satu di antara kau berdiri tidur, maka bacalah (bacaan yang artinya): Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah SWT yang tepat dari kemurkaan dan siksaan-Nya, dari perbuatan buruk yang dilakukan hamba-Nya, dari godaan syetan serta dari kedatangannya padaku. Maka syetan itu tidak akan sanggup membahayakan orang tersebut.”
Abdullah bin Umar mengajarkan bacaan tersebut kepada anakanaknya yang baligh. Sedangkan yang belum baligh, ia menulisnya pada secarik kertas, kemudian digantungkan di lehernya. (At-Thibb an-Nabawi, hal 167).
Dengan demikian, hizib atau azimat sanggup dibenarkan dalam agama Islam. Memang ada hadits yang secara tekstual mengindikasikan keharaman menggunakan azimat, misalnya:
عَنْ عَبْدِ اللهِ قاَلَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ إنَّ الرُّقًى وَالتَّمَائِمَ وَالتَّوَالَةَ شِرْكٌ
Dari Abdullah, ia berkata, Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “‘Sesungguhnya hizib, azimat dan pelet, yaitu perbuatan syirik.” (HR Ahmad [3385]).
Mengomentari hadits ini, Ibnu Hajar, salah seorang pakar ilmu hadits kenamaan, serta para ulama yang lain mengatakan: “Keharaman yang terdapat dalam hadits itu, atau hadits yang lain, yaitu apabila yang digantungkan itu tidak mengandung Al-Qur’an atau yang semisalnya. Apabila yang digantungkan itu berupa dzikir kepada Allah SWT, maka larangan itu tidak berlaku. Karena hal itu dipakai untuk mengambil barokah serta minta santunan dengan Nama Allah SWT, atau dzikir kepado-Nya.” (Faidhul Qadir, juz 6 hal 180-181).
lnilah dasar kebolehan menciptakan dan menggunakan amalan, hizib serta azimat. Karena itulah para ulama salaf semisal Imam Ahmad bin Hanbal dan Ibnu Taimiyyah juga menciptakan azimat.
A-Marruzi berkata, ”Seorang wanita mengadu kepada Abi Abdillah Ahmad bin Hanbal bahwa ia selalu gelisah apabila seorang diri di rumahnya. Kemudian Imam Ahmad bin Hanbal menulis dengan tangannya sendiri, basmalah, surat al-Fatihah dan mu’awwidzatain (surat al-Falaq dan an-Nas).” Al-Marrudzi juga menceritakan perihal Abu Abdillah yang menulis untuk orang yang sakit panas, basmalah, bismillah wa billah wa Muthammad Rasulullah, QS. al-Anbiya: 69-70, Allahumma rabbi jibrila dst. Abu Dawud menceritakan, “Saya melihat azimat yang dibungkus kulit di leher anak Abi Abdillah yang masih kecil.” Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah menulis QS Hud: 44 di dahinya orang yang mimisan (keluar darah dati hidungnya), dst.” (Al-Adab asy-Syar’iyyah wal Minah al-Mar’iyyah, juz II hal 307-310).
Namun tidak semua doa-doa dan azimat sanggup dibenarkan. Setidaknya, ada tiga ketentuan yang harus diperhatikan.
Harus menggunakan Kalam Allah SWT, Sifat Allah, Asma Allah SWT ataupun sabda Rasulullah SAW.
Menggunakan bahasa Arab ataupun bahasa lain yang sanggup dipahami maknanya.
Tertanam keyakinan bahwa ruqyah itu tidak sanggup memberi efek apapun, tapi (apa yang diinginkan sanggup terwujud) hanya lantaran takdir Allah SWT. Sedangkan doa dan azimat itu hanya sebagai salah satu lantaran saja.” (Al-Ilaj bir-Ruqa minal Kitab was Sunnah, hal 82-83).
Posting Komentar untuk "Halal-Haram Menggunakan Hizib Dan Azimat"